From: Aryadi Noersaid
Tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya diatas jembatan penyeberangan setia budi, dua sosok kecil berumur kira-kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue diujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk
Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki- laki itupun menolak dengan
Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum diwajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit
“Terima kasih ya mbak…semuanya dua ribu
“Maaf, nggak ada kembaliannya.
“Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan ?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah.
“Nggak punya, tukas saya !” lalu tak lama siwanita berkata “Ambil saja kembaliannya, dik !” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya kearah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, nggak apa-apa ambil saja !”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !” Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya.
Tinggallah episode saya dan mereka, uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. mereka menghampiri saya dan berujar “
“Eeeh… nggak usah.. nggak usah.. biar aja.. nih !” saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.
Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya , “Nanti dulu
“Nggak apa-apa, itu buat kalian“ Lanjut saya.
“Jangan.. jangan Om, itu uang om sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras.
“Sudah.. saya Ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat, secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya.
“Ini deh om, kalau kelamaan, maaf..“ ia memberi saya delapan pack tissue.
“Buat apa ?” saya terbengong.
“Habis teman saya lama sih Om, maaf, tukar pakai tissue aja dulu“ walau dikembalikan ia tetap menolak.
Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.
“Terima kasih Om, !”.. mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan “Duit mbak tadi gimana ..?“ suara kecil yang lain menyahut “lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin…….“ percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali kekantor dengan seribu perasaan.
Tuhan……Hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukkan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue. Dua anak kecil yang bahkan belum baligh, memiliki kemuliaan diumur mereka yang begitu belia.
( Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.)
No comments:
Post a Comment